Monday, March 9, 2020

Analisis Jenis dan Bentuk Kesalahan Berbahasa beserta Perbaikannya

fatih4

Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia dan Perbaikannya


Analisis Kesalahan  merupakan cabang ilmu bahasa yang berguna bagi pengajaran bahasa Indonesia. Analisis kesalahan dapat digunakan untuk mengetahui kesalahan apa saja yang ada dalam penggunaan bahasa Indonesia. Setelah diketahui bentuk-bentuk kesalahan maka diberi alternatif penggunaan bahasa yang benar.
Oleh karena manfaat yang besar dari analisis kesalahan tersebut, banyak mahasiswa yang menjadikannya sebagai tugas akhir (skripsi). Setidaknya ada empat skripsi mengenai analisis kesalahan berbahasa yang disusun oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari keempat skripsi tersebut, hanya skripsi karya Rima Kintami Nuarika (angkatan 2005) yang meneliti kesalahan berbahasa pada semua tataran.

Kesalahan berbahasa merupakan penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang menyimpang dari faktor penentu berkomunikasi, atau menyimpang dari norma kemasyarakatan, dan menyimpang dari kaidah tata bahasa (Setyawati, 2010:10).
Analisis kesalahan berbahasa merupakan sebuah prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru (pengajar) bahasa yang meliputi kegiatan  mengumpulkan sampel (contoh) kesalahan, mengidentifikasinya, mengklasifikasi  dan mengevaluasi keseriusan kesalahan tersebut (Tarigan dan Sulistyaningsih dalam Setyawati, 2010:12). Di samping tahapan tersebut analisis kesalahan juga memberikan alternatif perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi.
Dilihat dari tataran ilmu bahasa (linguistik) ada empat tataran kesalahan berbahasa, yaitu kesalahan fonologi, kesalahan morfologi, kesalahan sintaksis, dan kesalahan semantik.
Sintaksis adalah ilmu cabang linguistik yang mengkaji tentang susunan kalimat dan bagiannya. Ramlan (dalam Setyawati, 2010:53) mendefinisikan sintaksis sebagai bagian atau cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase; berbeda dengan morfologi yang hanya membicarakan seluk-beluk kata dan morfem. Menurut Setyawati (2010:53)  kesalahan dalam tataran sintaksis berkaitan erat dengan kesalahan pada bidang morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata. Oleh karena itu, analisis kesalahan sintaksis bisa mengandung analisis kesalahan morfologi. Kesalahan dalam tataran sintaksis juga berhubungan dengan semantik, karena kata bisa mengandung makna lebih dari satu.
Skripsi karya Rima Kintami Nuarika yang berjudul Kesalahan Berbahasa Indonesia pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Grujugan Bondowoso Berdasarkan Taksonomi Siasat Permukaan disertai banyak data yang menunjukkan kesalahan dan disertai perbaikan dari peneliti. Akan tetapi, perbaikan yang dipaparkan oleh peneliti masih mengandung kesalahan.
Kesalahan  perbaikan yang ada dalam skripsi tersebut merupakan kesalahan dalam tataran sintaksis. Kesalahan yang terjadi di antaranya adalah penggunaan preposisi yang tidak tepat.
Data yang diperoleh Nuarika adalah:
            Waktu saya masuk SMP Grujugan , saya mengikuti MOS.
Perbaikan yang ditawarkan oleh Nuarika adalah:
            Waktu saya masuk di SMP Grujugan, saya mengikuti MOS.
Data yang diperoleh memang data yang salah karena tidak menggunakan preposisi. Nuarika menambahkan preposisi di di antara kata masuk dan SMP. Penggunaan preposisi di  pada susunan tersebut kurang tepat. Kata masuk lebih tepat diikuti preposisi ke karena menunjukkan tujuan, sehingga yang tepat adalah masuk ke SMP.
Selain bentuk kesalahan penggunaan preposisi seperti contoh di atas, kesalahan apa saja yang terdapat dalam pembahasan skripsi Nuarika? Lalu, bagaimana alternatif perbaikan yang bisa ditawarkan? Pertanyaan tersebut akan diuraikan dalam bagian pembahasan makalah ini.

PEMBAHASAN
Pemaparan dalam pembahasan ini tidak berdasarkan jenis kesalahan, melainkan berdasarkan data. Hal ini dilakukan agar data dapat dianalisis secara mendalam. Data yang terdapat dalam  makalah  ini didapat dari  skripsi Nuarika. Dalam tabel ditampilkan data kesalahan beserta jenis kesalahan data tersebut.
NO
Data
Jenis Kesalahan
1
Waktu saya masuk  di SMP Grujugan, saya mengikuti MOS
kesalahan penggunaan preposisi; kesalahan penggunaan kata (diksi);
2
Aku sangat malu dengan teman-temanku karena aku ditertawakan.
kesalahan penggunaan preposisi;
3
Saya disuruh merayu perempuan dengan kakak OSIS.
kesalahan penggunaan preposisi;
4
Aku sangat malu sekali waktu itu dengan ketua OSIS
Penyangatan (superlatif) berlebihan; kesalahan penggunaan preposisi;
5
Siswa yang tidak mengikuti ( ) akan dikenakan sanksi.
verba transitif tidak diikuti objek; ketidakselarasan bentuk;
6
Saat kakak OSIS masuk ke kelas salah satu teman sebangkuku, wajahnya terlihat gugup.
penggunaan dua unsur (kata ganti) yang berlebihan; penggandaan subjek;
7
Perempuan disuruh mengepang rambutnya menjadi dua dengan menggunakan tali rafia.
penggunaan dua unsur (verba) yang berlebihan;
8
Besoknya saya datang di sekolah langsung baris di lapangan basket.
pengaruh bahasa daerah; susunan kata yang tidak tepat;
9
Mereka tidak mematuhi tata tertib kemudian mereka diberi hukuman untuk berbaris di tengah lapangan untuk berjemur.
Kesalahan penggunaan konjungsi; ketidak sejajaran bentuk;

Dalam kasus no. 1, Nuarika hanya menambahkan preposisi di di antara masuk  dan  SMP. Penggunaan preposisi ini kurang tepat. Preposisi di diikuti kata kerja yang memiliki makna diam/tinggal di suatu tempat. Preposisi di untuk menyatakan ‘tempat berada’dan menyatakan aspek ‘diam’ (Chaer, 2006:122-123). Misalnya menunggu di kelas, ada di kampus. Kata masuk merupakan kata kerja yang memiliki makna proses menuju, membutuhkan tujuan sehingga lebih tepat jika menggunakan preposis ke,  menjadi masuk ke kelas. Perbaikan yang tepat mengenai preposisi adalah  masuk ke SMP.
Jika hanya memperhatikan perbaikan preposisi, maka perbaikannya menjadi: Waktu saya masuk ke SMP Grujugan, saya mengikuti MOS. Kalimat ini masih tidak efektif.  Akan lebih efektif jika dipisah menjadi saya diterima di SMP Grujugan dan kalimat saya mengikuti MOS. Kata waktu tidak diperlukan karena pada dasarnya tidak ada yang menunjukkan keterangan waktu. Kedua kalimat ini bisa dijadikan satu kalimat berupa kalimat majemuk hubungan waktu:
            (1a) Saya mengikuti MOS setelah diterima di SMP Grujugan.
Atau bisa juga kedua klausa tersebut dijadikan kalimat majemuk hubungan akibat:
(1b) Saya diterima di SMP Grujugan, maka saya mengikuti MOS.

Dalam kasus no. 2, Nuarika hanya mengubah kata sama yang dianggap tidak baku dengan kata dengan, serta menambahkan karena sebagai konjungtor antar-klausa. Kalimat perbaikan yang disarankan oleh Nuarika tidak tepat. Preposisi dengan untuk menyatakan ‘alat’, ‘beserta’, dan ‘cara atau sifat perbuatan’ (Chaer, 2006:133). Preposisi yang digunkan seharusnya bukan dengan melainkan kepada. Salah satu fungsi preposisi kepada untuk menyatakan ‘arah yang dituju’ (Chaer, 2006:131). Jadi, jika yang digunakan adalah preposisi dengan maka yang malu adalah aku beserta teman-teman. Padahal yang malu hanya aku ditunjukkan dalam anak kalimat: aku ditertawakan bukan kami ditertawakan.
Yang dimaksud oleh penulis adalah penulis (aku) malu kepada teman-temannya karena dia ditertawakan. Maka salah satu alternatif perbaikan adalah:
            (2a) Aku sangat malu kepada teman-temanku karena aku ditertawakan.

Kesalahan yang terdapat dalam kasus no. 3 sama dengan kesalahan yang terdapat dalam kasus no.2, yaitu kesalahan preposisi. Namun, kata ganti yang tepat bukan kepada melainkan oleh. Preposisi oleh menyatakan ‘pelaku perbuatan’ digunakan di muka objek pelaku dalam kalimat pasif (Chaer, 2006:133).  Kalimat no. 3 adalah kalimat pasif. Subjek kalimat tersebut adalah  aku;  disuruh sebagai predikat; merayu perempuan sebagai pelengkap; dan kakak OSIS sebagai objek. Jadi, perbaikan yang tepat adalah sebagai berikut:
(3a) Saya disuruh merayu perempuan oleh kakak OSIS.

Untuk kasus no. 4  perbaikan yang dilakukan oleh  Nuarika hanya berdasarkan kesalahan penulisan kata baku. Kata banget diganti dengan sekali. Sangat malu banget diganti dengan sangat malu sekali. Bentuk ini masih salah karena merupakan superlatif yang berlebihan.Seharusnya, kata banget tidak perlu diganti sekali karena sudah ada kata sangat di depat kata malu. Jika digunakan kata sekali maka kata sangat tidak perlu digunakan.
Preposisi dengan  tidak tepat karena ketua OSIS merupakan ‘tempat yang dituju’ rasa malu. Oleh karena itu, lebih tepat jika digunakan preposisi kepada. Keterangan waktu: waktu itu akan lebih baik jika diposisikan di awal atau di akhir kalimat.Perbaikan yang dapat disarankan adalah:
            (4a) Aku sangat malu kepada ketua OSIS waktu itu.
            (4b) Aku malu sekali kepada ketua OSIS waktu itu.

Dalam data no. 5, perbaikan yang dilakukan oleh Nuarika hanya masalah penulisan kata sangsi menjadi sanksi. Tulisan siswa yang digunakan sebagai data oleh Nuarika sebenarnya juga mengalami kesalahan lain yaitu tidak adanya objek.  Kalimat dengan predikat yang berupa verba transitif seharusnya diikuti objek secara langsung. Kalimat perbaikan Nuarika masih tidak mengandung objek. Objek yang mungkin dimaksud dalam kalimat tersebut adalah kegiatan. Dilihat dari keselarasan/kesejajaran bentuk, dalam kalimat tersebut terdapat dua predikat yaitu mengikuti (bentuk aktif) dan dikenakan (bentuk pasif). Bentuk yang sejajar dengan mengikuti (aktif) bukan mengenakan melainkan mendapatkan (aktif) sehingga perbaikan yang benar adalah:
(5a) Siswa yang tidak mengikuti kegiatan (MOS) akan mendapatkan sanksi.

Kasus no. 6 merupakan kalimat majemuk dengan klausa pertama berfungsi sebagai keterangan.  Klausa pertama adalah  saat kakak OSIS masuk ke kelas, klausa kedua adalah salah satu teman sebangkuku, wajahnya terlihat gugup. Terdapat dua subjek dalam klausa kedua yaitu salah satu teman sebangkuku dan wajahnya
Penulisan subjek klausa kedua bisa diringkas agar lebih efisien menjadi wajah salah satu teman sebangkuku, sehingga kalimatnya menjadi Saat kakak OSIS masuk ke kelas, wajah salah satu teman sebangkuku terlihat gugup. Kalimat ini masih memiliki kesalahan, yaitu penggunaan dua kata ganti yaitu salah satu teman dan teman sebangkuku. Terjadi dua kali pengkhususan sehingga menimbulkan ambigu. Penulisan kalimat yang benar adalah:
(6a) Saat kakak OSIS masuk ke kelas, wajah teman sebangkuku terlihat gugup.
(6b) Saat kakak OSIS masuk kelas, wajah salah satu temanku terlihat gugup.
Dalam kasus no. 7, pengguaan dengan  dan menggunakan secara bersama-sama merupakan pleonasme. Kata menggunakan dan dengan sudah saling menggantikan tidak saling melengkapi. Dalam KBBI (2008:312) kata dengan juga memiliki makna memakai/menggunakan di samping makna yang lainnya. Akan lebih baik jika penulisannya sebagai berikut:
(7a) Perempuan disuruh mengepang rambutnya menjadi dua dengan tali rafia.
(7b) Perempuan disuruh mengepang rambutnya menjadi dua menggunakan tali rafia.

Dalam kasus no. 8, terjadi dua kesalahan, yaitu pengaruh bahasa daerah dan susunan kalimat yang tidak tepat. Penggunaan kata besoknya merupakan pengaruh bahasa daerah sisuke. Yang dimaksud oleh penulis adalah hari berikutnya atau menggunakan penghitungan hari kedua, hari ketiga dan seterusnya.
Penggunaan kata datang yang diikuti oleh preposisi di juga kurang sesuai. Kata kerja datang lebih tepat jika diikuti dengan preposis ke. Preposisi ke  untuk menyatakan aspek ‘gerak’ atau ‘bergerak’. Chaer (2006:130) mencontohkan penggunaan preposisi ke dirangkaikan dengan kata datang: datang ke sini. Kata yang bersinonim dengan datang adalah tiba dan sampai (Sugono, 2010:145). Kata tiba  atau sampai diikuti preposisi di lebih tepat digunakan dalam konteks kalimat no. 8 karena tiba dan sampai mengandung makna sudah ada di. Contoh: saya tiba di sekolah memiliki makna bahwa saya sudah ada di sekolah; saya datang ke sekolah mengandung makna proses menuju sekolah.
Sebelumnya, data yang dihimpun oleh Nuarika tidak memiliki subjek: Besoknya datang di sekolah langsung baris di lapangan basket. Usaha Nuarika memasukkan saya merupakan usaha untuk memunculkan unsur subjek. Namun, peletakan yang kurang tepat mengakibatkan ketidakefektifan kalimat. Kalimat tersebut akan lebih efektif jika ditulis:
(8a) Hari berikutnya, begitu  tiba di sekolah, saya langsung berbaris di lapangan basket.
Penambahan kata begitu dibutuhkan untuk kesesuaian dengan penggunaan kata langsung. Penggunaan kata langsung menunjukkan makna tidak ada jeda waktu antara tiba dan berbaris. Penambahan prefiks ber- dalam berbaris untuk menunjukkan bahwa berbaris adalah kata kerja, bukan kata benda.
Dalam kasus no. 9 Nuarika hanya memperbaiki kata terus yang dianggap tidak baku diganti dengan kata kemudian. Konjung kemudian berfungsi ‘menggabungkan-mengurutkan’ (Chaer, 2006:150). Perbaikan yang dilakukan oleh Nuarika masih kurang tepat karena hubungan antara klausa pertama: mereka tidak mematuhi tata tertib dan klausa kedua: mereka diberi hukuman adalah hubungan sebab akibat. Muslich (1990:107) menyebut konjungsi subordinatif penyebab ditandai dengan sebab, karena, oleh karena. Juga ada konjungsi pengakibatan meliputi: (se)hingga, sampai-sampai, dan  makanya. Jadi, perbaikan yang disarankan adalah:
(9a) Mereka tidak mematuhi tata tertib,  maka dihukum berbaris di tengah lapangan untuk dijemur.
(9b) Karena tidak mematuhi tata tertib, mereka dihukum berbaris di tengah lapangan untuk dijemur.
(9a) merupakan kalimat subordinatif pengakibatan ditandai dengan konjungsi maka. (9b) merupakan kalimat subordinatif penyebab dintandai dengan konjungsi karena. Perbaikan lain adalah pengubahan bentuk diberi hukuman  dengan bentuk dihukum karena wujud hukuman sudah ada yaitu berbaris di tengah lapangan untuk dijemur. Imbuhan ber- dalam berjemur diubah di- menjadi berjemur karena merupakan bentuk kalimat pasif dengan mereka sebagai subjek.



KESIMPULAN
Perbaikan yang ditawarkan oleh Nuarika masih mengandung kesalahan berbahasa. Jenis-jenis kesalahannya meliputi: kesalahan penggunaan preposisi; kesalahan penggunaan konjungsi; ketidaksejajaran bentuk; ketidaklogisan kalimat; pengaruh bahasa daerah; penyangatan yang berlebihan; dan penggunaan dua unsur yang sama (pleonasme).
Kesalahan-kesalahan tersebut muncul karena Nuarika hanya berfokus pada saju jenis kesalahan ketika menganalisis sebuah kalimat. Misalnya dalam kalimat siswa yang tidak mengikuti akan dikenakan sangsi. Perbaikan yang dilakukan oleh Nuarika hanya terfokus pada penulisan kata sangsi, diperbaiki menjadi sanksi. Kesalahan lain (ketidakadaan objek dan ketidaksejajaran) tidak diperbaiki.
Analisis kesalahan harus dilakukan secara komprehensif dari semua tataran sintaksis agar kalimat perbaikan yang ditawarkan tidak lagi mengandung kesalahan. Oleh karena itu, meskipun titik fokus analisis kesalahan dalam makalah ini adalah tataran sintaksis,  tapi diperbaiki pula kesalahan tataran semantik (makna kata) dan tataran morfologi (prefiks ber- dalam berbaris)  yang terdapat dalam data.

SENARAI PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Edisi Revisi). Cet. ke-2. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuarika, Rima Kintami. 2010. Kesalahan Berbahasa Indonesia pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Grujugan Bondowoso. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa: Teori & Praktik. Surakarta: Yama Pustaka.
Sugono, Dendy (peny.). 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia & Depdikbud.
Sugono, Dendy (peny). 2010. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Mizan & Depdikbud.